Penyebab Saksi Anies-Muhaimin Keluar Rapat Pleno Rekapitulasi KPU
Saksi dari pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, meninggalkan rapat pleno terbuka rekapitulasi suara KPU Jawa Barat pada Senin kemarin. Aksi tersebut terjadi pada 18 Maret 2024 di Bandung.
Eko Suherman Rasyid menyatakan bahwa tidak akan dikoreksi di forum terkait selisih suara empat kabupaten/kota dan tidak akan menandatangani Sertifikat PPWP tingkat provinsi setelah rapat pleno penghitungan suara di KPU Jabar pada Senin, 18 Februari 2024.
Eko menyerahkan formulir kejadian khusus berisi keberatan saksi pada KPU Jawa Barat sebelum meninggalkan rapat pleno. Dalam tindakan itu, Eko belum melakukan walk out dari rapat tersebut.
Saksi dari Anies-Muhaimin keberatan karena terdapat selisih antara hasil penjumlahan suara sah dan tidak sah di 4 kabupaten/kota antara perhitungan manual dan yang tercatat di aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Selain itu, mereka juga meminta kembali koreksi elemen data yang masih ditemukan adanya kesalahan.
Permintaan koreksi diajukan setelah skors rapat pleno rekapitulasi suara yang akan mengumumkan hasil akhir perhitungan suara di Jawa Barat untuk pemilihan presiden, DPD, DPR, dan DPRD provinsi yang dimulai pukul 16.00 WIB.
Setelah semua calon menerima hasil salinan perolehan suara di Jawa Barat, baru kemudian skors dibuka pada semua jenis pemilihan.
Saat KPU Jawa Barat hendak membacakan hasil akhir perolehan suara pemilihan presiden, Eko menginterupsi rapat pleno. Kejadian tersebut menciptakan kehebohan di antara peserta rapat karena tindakan yang diambil oleh Eko.
Dia mengatakan bahwa masih terdapat beberapa data yang belum lengkap pada formulir D provinsi yang diterima pagi tadi.
Menurut Eko, terdapat perbedaan antara jumlah suara sah dan suara tidak sah dalam proses Sirekap yang dihitung secara manual. Perbedaan tersebut terdapat di 4 daerah, yaitu Kota Cimahi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi, dan Majalengka.
Terdapat selisih suara sebesar 109.589 suara antara data yang tercatat di Sirekap dan hasil penjumlahan manual di Cimahi. Sementara itu, selisih suara sebesar 1 suara terdapat di Cianjur, 40 suara di Kabupaten Bekasi, dan 8.849 suara di Majalengka.
Menurut Eko, di Kabupaten Bekasi juga terdapat perbedaan yang sama saat membandingkan hasil penjumlahan secara manual dengan yang tercatum di Sirekap. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya potensi kesalahan yang perlu diperhatikan dalam proses perhitungan data.
Eko menyatakan bahwa terdapat selisih sekitar 9 ribu suara antara jumlah total suara sah dan tidak sah di D kabupaten dan draf provinsi yang mereka temukan. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam perhitungan suara antara kedua daerah tersebut.
Dia juga memberikan saran kepada rapat pleno untuk melakukan pengecekan ulang terhadap hasil penjumlahan tersebut.
Ahmad Nur Hidayat, Komisioner KPU Jawa Barat yang memimpin rapat pleno terbuka, menolak permohonan saksi dari Anies-Muhaimin karena telah memberikan kesempatan untuk pencermatan berkali-kali. Atas keputusannya tersebut, ia juga meminta pendapat dari Bawaslu terkait hal tersebut.
Menurut Ketua Bawaslu Jawa Barat, Zaky Muhammad Zam Zam, KPU memiliki dua pilihan yang dapat dilakukan.
Pencermatan kembali dapat dilakukan dengan pengawasan lembaga atau saksi yang kemudian mencantumkan keberatan dalam formulir kejadian khusus untuk dibacakan dalam rapat pleno terbuka di KPU RI. Menurutnya, kedua opsi tersebut sangatlah terbuka untuk dilakukan.
Setelah menolak melakukan revisi hasil pemungutan suara pemilihan presiden, Ahmad meminta agar semua keberatan dicatat secara rinci untuk diselesaikan dalam rapat pleno KPU RI. Mendapati keputusan tersebut, Eko yang mewakili saksi Anies-Muhaimin memutuskan untuk walkout.
Kemudian, akan dijelaskan alasan-alasan yang mendorong keputusan untuk melakukan walk out.